Sejarah Gunung Tambora - Gunung yang terletak di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ini memiliki sejarah letusan yang luas biasa. Hampir 2 abad lalu atau tepatnya pada tanggal 11 April 1815, Gunung Tambora menghancurkan sepertiga tubuhnya sendiri. Tinggi gunung tersebut kini hanya tinggal 2.850 meter.
Namun, hal lain yang kini menjadi daya tarik dari Gunung Tambora adalah kawahnya yang luar biasa spektakuler. Kawah yang terbentuk akibat aktivitas vulkanik tahun 1815 tersebut mempunyai diameter lebih dari 7 km dan kedalaman lebih dari 1 km, hingga menjadikannya sebagai kaldera terbesar di Indonesia.
Untuk dapat mendaki menuju bibir kawah atau puncak Gunung Tambora, jalur pendakian yang umum digunakan adalah melalui Desa Pancasila. Desa yang terletak di barat laut kaki Gunung Tambora tersebut merupakan salah satu titik awal pendakian menuju puncak Gunung Tambora.
“Tambora Mengguncang Dunia” sungguh rangkaian liputan dari Ekspedisi Cincin Api yang sangat dahsyat. Liputan itu juga mengguncangkan pemikiran dan persepsi saya tentang kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan bahaya yang mengancam kehidupan dan peradabannya, hidup diatas lingkaran cincin api (ring of fire).
Letusan Gunung Tambora yang menenggelamkan tiga kerajaan dibawahnya pada April 1815 dan dampak letusannya yang mengakibatkan tahun tanpa musim panas pada Tahun 1816 seharusnya memberi pelajaran berarti bagi kita yang hidup diatas negeri cincin api.
Jujur, selama ini saya hanya mengenal tiga kerajaan yang ada di Nusa Tenggara Barat (NTB), yaitu Kerajaan Sumbawa, Bima dan Dompu. Ternyata ada tiga kerajaan lainnya, Kerajaan Tambora, Pekat dan Sanggar yang berada tepat dibawah kaki Gunung Tambora. Ketiga kerajaan dan peradabannya inilah yang ternyata menjadi penerima pertama lontaran materi vulkanik sebanyak 160 km3 pada saat Gunung Tambora meletus pada April 1815. Letusan dahsyat Gunung Tambora tersebut mengakibatkan hilangnya separuh tinggi dan volumenya, itulah yang kemudian mengubur Kerajaan Tambora, Pekat dan sebagian Sanggar.
Dari letusan Tambora tersebut, populasi penduduk yang tersisa hanya 84.000 dari populasi awal 170.000, sekitar 37.000 diantaranya mengungsi dan pergi meninggalkan Sumbawa menuju Jawa, Bali, Makassar, Laut Seram dan berbagai daerah lainnya. Sebagian besar pulau di Indonesia gelap karena abu, Pulau Bali, Lombok, dan Madura gelap selama tiga hari. Tambora benar – benar mengguncang dunia, dampak letusannya sampai di Eropah dan Amerika. Disana, pada tahun 1816 dikenal tahun tanpa musim panas dimana suhu udara turun sampai 2,5 derajat sehingga terjadi gagal panen dan harga pangan melambung tinggi.
Peta Tambora sudah dikenal dalam “Suma Oriental” Tome Pires, berdasarkan Fransisco Rodrigues, 1511. Tahun pembuatan peta ini dalam sejarah diketahui bersamaan dengan jatuhnya Malaka di tangan Portugis. Ekspansi Portugis ke wilayah timur Nusantara dalam upaya pencariannya menemukan Pulau Rempah – rempah telah ikut mengenalkannya pada wilayah Tambora di sebelah utara pesisir kekuasaan Kerajaan Makassar. Tiga kerajaan di kaki Gunung Tambora dalam temuan dan penelitian Balai Arkeologi Denpasar, diperkirakan menghasilkan berbagai hasil bumi penting, seperti kemiri, kapulaga, kopi, lada, madu, kain tenun tradisional, dan kuda.
Tenggelamnya tiga kerajaan itulah yang kemudian dikenal sebagai “Pompeii” dari Timur. Temuan arkeologi di Situs Tambora menunjukkan bahwa daerah itu pernah terdapat permukiman yang cukup padat. Temuan kerangka manusia dan struktur bangunan kayu menguatkan dugaan itu. Dahsyatnya Gunung Tambora ini juga tercatat dalam Syair Kerajaan Bima.
Waktu subuh fajar pun merekah
Diturunkan Allah bala celaka
Sekalian orang habislah duka
Bertangis – tangisan segala mereka”.
(Syair Kerajaan Bima : 20).
Dahsyatnya letusan Tambora sudah berlalu dan Tambora pun sudah mulai dilupakan. Tak ada sedikitpun rekonstruksi atau menjadikan Tambora ‘tempat belajar’. Pemerintah daerah yang tak memahami Sejarah Tambora, lebih tergoda akan capital perusahaan Agro Wahana Bumi mengulang sejarah eksploitasi PT Veneer yang mengokupasi wilayah itu. Kawasan Tambora yang bersejarah terancam akan rencana pemerintah setempat yang akan membuka Hutan Tanaman Industri (HTI). Apakah sejarah akan tinggal sejarah, tanpa ada pembelajaran didalamnya. Paling tidak, Kompas dengan Ekspedisi Cincin Api-nya telah mengingatkan kita semua, sebuah perjuangan berat sekedar untuk menyadarkan betapa ngerinya hidup diatas negeri cincin api.
referensi :
http://travel.detik.com/read/2012/04/23/133800/1899183/1025/tambora-gunung-yang-mengguncang-dunia
http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2011/11/16/dahsyatnya-letusan-tambora-dan-hilangnya-tiga-kerajaan-sumbawa-413343.html